Bergerak memenuhi
guru profesional

Peran Guru yang Tak Tergantikan di Era Digitalisasi


Oleh : M.F.A. Bima Sakti, S.Pd.

Editor : Dr. Romi Siswanto, M.Si.

Pendidikan adalah hal penting dan menjadi kebutuhan bagi suatu masyarakat (Susilo & Isbandiyah, 2019). Di setiap masa pendidikan memiliki posisi yang penting dalam kehidupan. Masyarakat Indonesia saat ini sedang berada di era digitalisasi. Era digital memiliki unsur hadirnya teknologi yang berdampak pada perputaran pengetahuan dalam sendi-sendi kehidupan manusia (Shepherd, 2011). Era Digital disebut sebagai evolusi dari perputaran pengetahuan yang tinggi dan di luar kontrol manusia. Hal tersebut membuat kehidupan bermasyarakat sulit untuk dikelola. Dampak terhadap kehidupan sosial masyarakat sangat besar dikarenakan meningkatnya fungsi teknologi yang menjadi dasar dari setiap pengetahuan. Namun, era digital juga memastikan relasi sosial ekonomi menjadi berkelanjutan karena terbantu oleh teknologi yang pesat berkembang. Masyarakat yang hidup dengan pengetahuan yang berbasis pada teknologi secara tidak langsung juga menciptakan sebuah cara hidup baru. Karena gawai yang sudah berkembang telah membuat kebiasaan-kebiasaan lama menjadi terkikis dan tumbuh kebiasaan baru. Seiring berjalannya waktu, era digital juga berdampak pada dunia pendidikan. 

Pendidikan hari ini tentu harus bertransformasi seiring perubahan zaman. Tantangan yang lebih komplek membuat semua stakeholder harus bahu membahu dalam melakukan perubahan regulasi agar dunia pendidikan di Indonesia mampu menyesuaikan kebutuhan zaman. Pendidikan di era digital harus mengintegrasikan Teknologi dan komunikasi terhadap mata pelajaran. Peserta didik akan mendapat pengetahuan yang berlimpah ruah jika Guru mampu mengkolaborasikan antara pengetahuan dan teknologi. Di era digital, terdapat kemudahan dalam mencari referensi, mendorong kreativitas dan kemandirian, mendorong penguasaan bahasa asing, dan mendapat informasi yang edukatif. 

Hal positif yang bisa diambil dari integrasi ini adalah jawaban-jawaban yang tidak bisa dijelaskan dalam bahan bacaan di sekolah bisa diperoleh di internet. Namun, dampak negatif yang bisa didapatkan peserta didik dalam aspek kesehatan, terlalu banyak menggunakan gawai juga bisa membuat saraf mata dan otak menjadi terganggu. Selain itu, Peserta didik juga bisa mengakses berbagai informasi yang kadang bukan porsinya untuk diserap di usianya. Kemajuan Teknologi bagai dua mata pisau yang tak terpisahkan, selain memberi kemudahan namun juga bisa memanjakan. Effort dari peserta didik yang tidak terlatih juga bisa mempengaruhi pembangunan mentalitas dan emosi dari peserta didik. 


Pembangunan Karakter di Era Digitalisasi

Karakter adalah sifat, akhlak, dan budi pekerti dari kejiwaan seseorang yang dapat dilihat dari pandangan orang lain. Karakter adalah unsur pokok yang membangun seorang manusia dalam bertingkah laku. Peserta didik yang memiliki karakter bisa kita maknai sebagai seorang pembelajar yang memiliki watak dan kepribadian tertentu. Pembangunan karakter peserta didik di era digitalisasi tentu menjadi pekerjaan rumah bersama dalam dunia pendidikan. Para Stakeholder yang merumuskan kebijakan pendidikan, Guru yang mendampingi di Sekolah, dan Orang tua yang senantiasa mengawasi perkembangan sifat seorang anak adalah bagian-bagian yang tak terpisahkan dalam pembangunan kepribadian dari seorang peserta didik. Di era digitalisasi, Peserta didik juga tak akan terpisah dari sebuah gawai telepon genggam. Segala arus informasi yang diserap secara tidak langsung telah membangun dan mempengaruhi emosi, mentalitas, dan karakter seorang anak. Terkadang informasi yang didapat tidak terfilter dengan baik dan dimakan mentah-mentah. Kemajuan teknologi telah mengubah dunia pendidikan secara drastis. Ada kekhawatiran yang mendalam yang dirasakan di setiap-setiap penyelenggaraan pendidikan. Intoleransi, Bullying, dan Kekerasan Seksual adalah tiga dosa besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Hal ini terjadi bukan tidak mungkin terdapat di lingkungan terdekat kita saat ini. Maka hal yang perlu dilakukan saat ini adalah fokus terhadap pendidikan karakter baik secara formal maupun informal (Triyanto, 2020).

Tidak jauh dari benak kita, beberapa hari yang lalu di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Dikutip dari Detik.com Lima pelajar dari sebuah Sekolah Menengah Kejuruan melakukan aksi yang tidak sewajarnya yakni menganiaya seorang perempuan lanjut usia hingga tersungkur. Meski Wanita lanjut usia tersebut adalah orang dalam gangguan jiwa (ODGJ), dia adalah seorang manusia yang sudah lanjut usia dan tetap harus dihormati. Jika kita bertemu dengan ODGJ, sebagai kaum yang terdidik minimal kita diam dan tidak mengganggu itu sudah lebih dari cukup. Karena itu sangat penting Guru memberikan pendidikan karakter yang baik agar tercipta emosi, mentalitas, dan karakter yang baik dari peserta didik. 

Kasus yang terjadi di Nganjuk, Jawa Timur, dikutip dari Detik.com dimana seorang siswa yang memukul dan menendang siswa hingga tersungkur. Kedua peserta didik ini berasal dari sebuah Sekolah Menengah Kejuruan di Nganjuk. Hal tersebut terjadi diduga karena salah paham antar keduanya. Hal tersebut juga menjadi sorotan banyak pihak dan menandakan darurat pembangunan karakter peserta didik saat ini. Hal ini sangat jauh dari kata hablumminannas yang diajarkan oleh para guru agama, sebagai sesama manusia tetap harus saling menghormati dan mengerti jika terjadi sebuah perselisihan atau perbedaan pandangan. Emosi dan hawa nafsu yang tidak terkontrol juga imbas dari lingkungan dan pergaulan yang tidak sehat serta penyerapan informasi yang tidak terfilter. 

Penelitian Davis (2020) dalam pembelajaran menunjukkan bahwa Guru yang memberi akses internet kepada peserta didik tidak selalu memberi dampak yang positif. Perlu integrasi dalam penggunaan teknologi yang tepat untuk membuat siswa terlibat aktif dengan banyaknya ide agar para siswa mendapatkan pengalaman belajar yang berkualitas. Pembangunan karakter peserta didik secara tidak langsung juga tercipta melalui hal ini. Peserta didik menjadi lebih aktif dan berpikir positif dalam melaksanakan sebuah pembelajaran. Secara tidak langsung hal tersebut juga membangun pola pikir dan karakter para peserta didik.


Guru adalah Harapan yang Tak Tergantikan

Peran Guru di era digital sangat signifikan. Hal yang membedakan antara seorang manusia yang mendidik dan sebuah perangkat teknologi atau Artificial Intelligence (AI) adalah rasa. Rasa yang tidak dimanipulasi oleh sebuah teknologi. Sosok guru mempunyai rasa simpati, empati, kasih sayang, dan toleransi. Tujuan guru yang tidak hanya sekadar transfer ilmu, namun juga membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan mengevaluasi proses belajar dari seorang peserta didik. Sesuai Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru adalah kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Melalui Kompetensi sosial Guru menjadi sebuah harapan bagi peserta didik untuk meningkatkan jiwa sosial antar sesama manusia. 

Starkey (2020) menjelaskan Guru diharuskan lebih kritis, aktif, kreatif, inovatif, dan kolaboratif dalam mengikuti trend di era digitalisasi. Kemampuan dalam mengoperasikan teknologi yang harus di update dibandingkan dengan peserta didik (Alkandari & Al Qattan, 2020). Proses perubahan budaya tentu karena era digitalisasi tentu berpengaruh terhadap sistem pendidikan, perancang kurikulum, dan instruksional. Dalam konteks ini tidak semua dilimpahkan tanggung jawabnya pada guru. Namun Stakeholder dan orang tua dirumah juga perlu dilibatkan untuk membangun sistem pendidikan yang baru. 

Peran seorang guru sebagai seorang pembelajar tentu menjadi teladan bagi siswa. Ada hal yang tidak bisa dipenuhi oleh sebuah AI yakni menjadi fasilitator, inspirator, motivator, imajinatif, kreatif, membentuk tim kerja dan mengembangkan nilai-nilai karakter. Sukma dewi, dkk (2019) menjelaskan Kebutuhan psikologis siswa juga dibutuhkan yakni Needs for competence, Needs for autonomy, Needs for relatedness, dan Sustainable learning. Empat hal tersebut tidak dimiliki oleh sebuah AI. Disinilah peran Guru yang tak bisa tergantikan oleh Teknologi. Peran guru di era digitalisasi juga memfilter segala informasi yang didapatkan dari para peserta didik yang berasal dari gawai. Ada banyak sekali informasi yang bertebaran di jagat sosial media yang seyogyanya belum saatnya untuk dikonsumsi para peserta didik pada jenjang usianya. Hal tersebut tentu perlu kolaborasi baik stakeholder, orang tua dirumah, dan guru di sekolah. Mengingat para peserta didik yang tak bisa lepas dari gawai di era ini. Menjadi seorang guru memang bukan tugas yang mudah, namun harapan pendidikan Indonesia berada di tangan para guru. Terpujilah engkau wahai para guru, selamat hari guru Nasional Tahun 2022!


*) Penulis merupakan Staf Bidang Kemitraan dan Komunikasi Publik Direktorat PPG Ditjen GTK Kemdikbudristek 


Referensi : 

Al Kandari, A. M., & Al Qattan, M. M. (2020). E-task-based learning approach to enhancing 21st-century learning outcomes. International  Journal of Instruction, 13(1). https://doi.org/10.29333/iji.2020.13136a 

Davis, L. (2020). Digital learning: What to know in 2020. www.schoology.com.

https://www.detik.com/jatim/hukum-dan-kriminal/d-6417678/polisi-beber-motif-siswa-di-nganjuk-tendang-siswi-hingga-tersungkur (diakses pada 23 November 2022 Pukul 16.00 WIB)

https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-6416179/nenek-ditendang-pelajar-yang-viral-di-tapsel-diduga-odgj (diakses pada 23 November 2022 Pukul 15.30 WIB)

Shepherd, J. (2011). What is the digital era? In Social and economic transformation in the digital era. IGI Global. https://doi.org/10.4018/978-1-59140-158-2.ch001

Starkey, L. (2020). A review of research exploring teacher preparation for the digital age. Cambridge Journal of Education.

Sukma Deri, Putri., Cahyadi, Surya., Susiati, Surya. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Psikologis dan Engagement Siswa pada Pelajaran Matematika. Jurnal Ilmu Perilaku, Volume 3, Nomor 1, http://jik.fk.unand.ac.id 

Susilo, A., & Isbandiyah, I. (2019). Peran Guru Sejarah dalam Pembentukan Pendidikan Karakter Anak Era Globalisasi. Indonesian Journal of Social Science Education (IJSSE), 1(2), 171-180. doi:http://dx.doi.org/10.29300/ijsse.v1i2.2246

Triyanto. (2020). Peluang dan Tantangan Pendidikan Karakter di Era Digital. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol. 17 No. 2 Tahun 2020. DOI.10.21831/jc.v17i2.35476 

Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

signal_cellular_alt dilihat: 16,436 x