Bergerak memenuhi
guru profesional

Cerita Ibu Guru Maria Debora dari Ambon: "Menjadi Laskar Pendidikan Indonesia"

GTK - Maria Debora Siagian merupakan salah satu guru di Indonesia yang punya pengalaman unik. Sejak kecil sudah terbiasa dengan kehidupan lintas budaya dan itu sangat membentuk kepribadiannya sebagai seorang guru. 

Ia lahir dan besar di Bengkulu, menjalani masa SD sampai SMA di Payakumbuh (Sumatra Barat), kuliah di Bengkulu (Provinsi Bengkulu), kemudian menjadi guru di Tanjung Balai (Sumatra Utara), Bogor (Jawa Barat), Tangerang Selatan (Provinsi Banten), dan sekarang Ambon (Provinsi Maluku). 

Tahun 2016 lalu, tiga bulan setelah lulus kuliah S1 Pendidikan Biologi, Universitas Bengkulu, Maria Debora mencoba mengajar di sebuah sekolah di Tanjung Balai, Sumatra Utara. Setahun berselang ia pindah ke sebuah SMA Swasta di Bogor dan mengajar di sana selama lebih-kurang 4 tahun (2017-2021). Di sekolah ini, awalnya ia mengajar biologi sebagai guru biasa, kemudian menjadi wali kelas, dan koordinator laboratorium. 

Tahun 2022, Maria kemudian mengambil pilihan yang awalnya berat, yakni berangkat ke Ambon untuk ikut bersama suami. Akhirnya, setelah memutuskan pindah ke pulau Maluku ini, ia mendapatkan kesempatan untuk membantu mengajar di sebuah SMP. Kemudian, sembari terus menyimak perkembangan program Kemendikbudristek melalui media sosial, ia membaca pengumuman Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan setelah mengikuti seleksi ia diterima untuk mengikuti program tersebut di  angkatan 1. 

Tekad Maria untuk menikmati peran sebagai guru biologi di SMA Ambon dan keseriusannya menjalani Program PPG Pra Jabatan sangat berkaitan dengan inspirasi dari guru-guru sekolahnya dahulu dan sangat didukung pengalaman lintas budaya yang dialaminya sejak kanak-kanak. 

Terinspirasi Guru Kreatif

“Saya terinspirasi oleh Pak Agus, guru biologi sewaktu di SMP dulu,” ujar Maria ketika ditanya perihal motivasinya menjadi guru. Waktu itu Pak Agus menyelenggarakan pembelajaran di luar kelas, dengan konsep belajar sambil bermain. Dengan cara begitu, Pak Agus membuat murid mengerti istilah-istilah biologi. “Bahkan Pak Agus pernah membawa torso tengkorak ke lapangan sekolah,” kenangnya.

Bagi Maria, kreativitas Pak Agus benar-benar suatu hal yang baru dan inspiratif. Ia mengaku bahwa apa yang ditunjukkan oleh guru biologinya itu membuatnya mencintai pelajaran biologi, bahkan ingin menjadi guru biologi. “Saya melihat ternyata profesi guru menyenangkan, bisa memposisikan diri sebagai orang tua, teman, dan motivator,” kata Maria. 

Ternyata, pengalaman Maria bertemu guru yang inspiratif berlanjut tatkala di bangku SMA. “Ada guru yang latar pendidikannya dari luar negeri dan sudah dipromosikan jadi dosen, namun ia tetap memilih jadi guru,” tutur Maria. Gurunya itu, ungkap Maria, ingin berbakti untuk daerahnya sendiri. “Guru saya itu mengatakan bahwa daerah sangat membutuhkan perubahan pendidikan. Menggunakan teknologi dan digitalisasi,” lanjut Maria. 

Pengalaman bertemu guru inspiratif semasa SMP dan SMA itu turut membentuk daya tahan dan daya juang Maria sebagai guru. Selain menginspirasinya untuk mempelajari biologi dan kemudian masuk ke jurusan Pendidikan Biologi ketika kuliah, pengalaman berharga itu juga tertanam dalam dirinya sebagai bekal untuk menghadapi berbagai tantangan sebagai guru, terutama ketika sudah pindah ke Ambon.

Setiap Murid Istimewa, Guru Terus Berkarya 

“Bagi saya, menjadi guru sama dengan berkarya, karena setiap murid selalu istimewa,” demikian yang dikatakan Maria terkait refleksinya setelah mencoba menjadi guru di sekolah yang tak hanya beda kondisi, tetapi juga fasilitasnya. 

Pada mulanya, ketika pindah ke Ambon, Maria mengaku bahwa hal itu relatif tidak mudah, apalagi harus dengan meninggalkan sekolah di Bogor yang sudah sangat nyaman baginya. Namun, ketika pilihan untuk pindah itu tetap harus diambil, “Saya tetap ingin berkarya di Ambon,” ungkapnya, “bagi saya menjadi guru adalah berkarya,” lanjutnya. 

Tak dapat dipungkiri, tantangan pertama yang dihadapi Maria di Ambon adalah soal sarana dan prasarana. Sebagai guru yang sebelumnya sudah empat tahun mengajar di sekolah dengan fasilitas yang sangat lengkap, kondisi ini tidak menyurutkan semangat Maria. Seperti dedikasi guru-guru sekolahnya dahulu, Maria beradaptasi lebih cepat dan mencoba melakukan hal kreatif. 

“Saya bisa mengajar dengan peralatan sederhana, yang penting tujuannya tetap tercapai. Ada penerapan teknologi, tapi hanya bisa berkelompok. Akan tetapi, juga ada pembuatan media ajar dari karton dan perkakas yang sudah tidak digunakan,” jelasnya. Bahkan ketika dihadapkan pada persoalan pendapatan, Maria dengan sangat tenang dan yakin berkata, “Meskipun dengan pendapatan yang tidak sebanding, saya tetap mau menjadi guru.”

Bagi Maria, dengan menjadikan profesi mengajar sama halnya dengan berkarya, maka dengan begitu ia akan selalu punya motivasi untuk menggali keunikan setiap siswa. “Baik murid-murid di Bogor maupun Ambon sama-sama istimewa dan memiliki potensi, asalkan guru bisa melihat celah-celah agar pembelajaran menarik,” ia menjelaskan.  “Ambon terkenal dengan suara emas. Anak-anak murid saya suaranya bagus. Saya mengetahuinya ketika saya terapkan ice breaking,” ungkap Maria dengan antusias. 

Pengalaman Menjadi Mahasiswa PPG Prajabatan

Ketika pertama kali membaca pengumuman Program PPG Prajabatan, Maria mengatakan bahwa saat itu ia mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi diri sebagai guru. “Faktor lain saya kesampingkan, bertekad bulat untuk mendaftar PPG Prajabatan di Ambon,” katanya. 

Ia meyakini bahwa PPG Prajabatan adalah wadah pemerintah untuk mencetak atau menjadikan lulusan pendidikan menjadi profesional. Tepat sekali dengan posisinya yang masih menjadi guru bantu. Tanpa berpikir lama, ia merasa bahwa inilah waktu yang tepat untuk mewujudkan cita-cita menjadi guru profesional. Dan melalui PPG Prajabatan, ia bisa mendapatkan legalitasnya. “PPG Prajabatan sangat tepat untuk saya. Kalau melalui PPG Dalam Jabatan (Daljab) harus menunggu proses yang lama,” ungkapnya. 

Selain itu, bagi Maria, membangun karir sebagai guru di daerah kepulauan seperti Ambon membuka wawasan baru baginya. Melalui PPG Prajabatan, ia mendapatkan pendidikan kepulauan. “Baru-baru ini pengabdian masyarakat (program dari dosen kampus dan mahasiswa lainnya) ke pulau Kairatu. Kami naik kapal feri dan kemudian naik angkot. Di sana, saya mengajar di SMP 1 Kairatu,” cerita Maria. 

Program PPG Prajabatan juga membuat Maria mengenal Kurikulum Merdeka. Sebelumnya ia mengajar dengan Kurikulum 2023. Kini, ia ia bisa menerapkan Kurikulum Merdeka sekaligus menjadi menjadi pengembangan diri baginya. Ia juga mengatakan bahwa saat itu ia jadi tahu bahwa di Kurikulum Merdeka ada pembelajaran berdiferensiasi. 

“Di Kurikulum Merdeka, jika ada buku teks tidak sesuai dengan kondisi di kelas, guru diberi wadah untuk kreatif, inovatif, dan berpikir kritis,” ungka Maria. Pengalaman seperti itu benar-benar ditemukannya di Ambon. Ketika acuan di buku untuk mengamati buah strawberry, sedangkan murid-muridnya banyak yang tak tahu dan belum pernah melihat buah itu. Saat itulah guru mesti melakukan kontekstualisasi materi ajar ke dalam lingkungan para murid. 

Selain itu, selama menjadi mahasiswa PPG Prajabatan, Maria pernah mendapatkan materi perihal ketidakmungkinan manusia saat ini untuk menolak digitalisasi. Ia mengakui bahwa materi tersebut benar-benar menjadi tantangan baginya, terutama untuk menerapkannya di kelas. Untuk mendukung pembelajarannya, Maria kemudian membuat video, power point, serta animasi sistem biologi. 

“Ketika tidak ada mikroskop di sekolah, saya langsung mencari video mikroskop di internet dan saya tampilkan di depan kelas melalui infocus. Saya ingin ajarkan ke murid bahwa kalau sarana prasarana yang terbatas bukanlah hambatan untuk belajar, termasuk bagi yang berminat dalam bidang biologi,” jelasnya. 




Pesan untuk Calon Guru Lainnya

Meskipun baru mulai menjadi guru sejak tahun 2016, Maria tetap ingin membagikan pengalaman dan semangatnya pada siapa saja yang juga ingin mendedikasikan diri sebagai guru. Apalagi, Maria adalah salah satu guru yang memang sejak kanak-kanak sudah bertekad kuat dan terus menjaga semangatnya untuk menjadi guru. 

“Bagi teman-teman lulusan FKIP ataupun Keguruan, yang baru lulus maupun yang sudah pernah mengajar. Guru adalah profesi yang tidak hanya mengajar namun juga membimbing dan menjadi orangtua kedua bagi anak-anak. Bagi teman-teman di luar sana, jadilah laskar-laskar pendidikan Indonesia, kalau bukan dari kita siapa lagi,” demikian kata Maria.

Maria berpesan kepada guru muda lainnya bahwa PPG Prajabatan akan membentuk para guru generasi muda menjadi guru-guru profesional yang punya manajemen waktu dan dapat melihat situasi yang ada. Ia juga meyakinkan para guru muda di penjuru Indonesia agar tidak khawatir untuk mengikuti PPG Prajabatan, karena sesuai pengalamannya yaitu program PPG Prajabatan sudah disiapkan dengan konsep-konsep pendidikan yang berharga. 

“Jangan sia-siakan kesempatan yang tidak datang dua kali, oleh sebab itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kapan lagi ada perubahan, jangan sampai teknologi semakin maju tapi pendidikan semakin menurun,” tutupnya.




signal_cellular_alt dilihat: 5,362 x